KATA PENGANTAR
Membahas pengaruh kenaikan BBM terhadap kondisi masyarakat kecil di Indonesia beserta segala macam permasalahannya ini dengan segala keterbatasan dan kekurangannya, disusun untuk mengetahui pengaruh kenaikan BBM terhadap kondisi masyarakat kecil di Indonesia serta upaya penanganan yang dilakukan.
Mungkin makalah ini masih jauh dari harapan, akan tetapi sedikitpun hal itu tidak mengurangi kedalaman rasa syukur penulis kepada Allah SWT yang telah membangkitkan semangat dan membuka jalan bagi penulis untuk bisa menyelesaikan penyusunan makalah ini.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERSETUJUAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB I : PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 3
D. Metode Penelitian 3
E. Sistematika Penulisan 3
BAB II : KAJIAN TEORI 5
A. Kenaikan BBM 5
B. Kenaikan BBM Menyebabkan Inflasi 5
C. Dampak Kenaikan BBM Pada Masyarakat Kecil 9
BAB III : PENYAJIAN DATA DAN PEMECAHAN MASALAH 12
A. Penyajian data 12
B. Pemecahan Masalah 14
BAB IV : PENUTUP 17
A. Kesimpulan 17
B. Saran 17
DAFTAR PUSTAKA 18
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Gejolak harga minyak dunia sebenarnya sudah mulai terlihat sejak tahun 2000. Tiga tahun berikutnya harga terus naik seiring dengan menurunnya kapasitas cadangan. Ada sejumlah faktor penyebab terjadinya gejolak ini, salah satunya adalah persepsi terhadap rendahnya kapasitas cadangan harga minyak yang ada saat ini, yang kedua adalah naiknya permintaan (demand) dan di sisi lain terdapat kekhawatiran atas ketidakmampuan negara-negara produsen untuk meningkatkan produksi, sedangkan masalah tingkat utilisasi kilang di beberapa negara dan menurunnya persediaan bensin di Amerika Serikat juga turut berpengaruh terhadap posisi harga minyak yang terus meninggi. (Republika Online, Selasa 28 Juni 2005).
Hal ini kemudian direspon oleh pemerintah di beberapa negara di dunia dengan menaikkan harga BBM. Demikian juga dengan Indonesia, DPR akhirnya menyetujui rencana pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak pada hari Selasa 27 September 2005 sebesar minimal 50%. Kebijakan kenaikan harga BBM dengan angka yang menakjubkan ini tentu saja menimbulkan dampak yang signifikan terhadap perekonomian sehingga kebijakan ini menimbulkan banyak protes dari berbagai kalangan. Keputusan pemerintah menaikkan harga bensin, solar, dan minyak tanah sejak 1 Oktober 2005 akibat kenaikan harga minyak mentah dunia hingga lebih dari 60 Dolar AS per barel dan terbatasnya keuangan pemerintah ini direspon oleh pasar dengan naiknya harga barang kebutuhan masyarakat yang lain. Biaya produksi menjadi tinggi, harga barang kebutuhan masyarakat semakin mahal sehingga daya beli masyarakat semakin menurun. Secara makro cadangan devisa negara banyak dihabiskan oleh Pertamina untuk mengimpor minyak mentah. Tingginya permintaan valas Pertamina ini, juga menjadi salah satu penyebab terdepresinya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (Metrotvnews.com, 28 September 2005).
Terjadinya hubungan timbal balik antara naiknya biaya produksi dan turunnya daya beli masyarakat berarti memperlemah perputaran roda ekonomi secara keseluruhan di Indonesia. Kondisi ini dapat mempengaruhi iklim investasi secara keseluruhan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek naiknya harga BBM tersebut disikapi oleh pelaku pasar, khususnya pelaku pasar modal sebagai pusat perputaran dan indikator investasi.
Kontroversi kenaikan harga minyak ini bermula dari tujuan pemerintah untuk menyeimbangkan biaya ekonomi dari BBM dengan perekonomian global. Meskipun perekonomian Indonesia masih terseok mengikuti perkembangan perekonomian dunia, akhirnya kebijakan kenaikan BBM tetap dilaksanakan mulai tanggal 1 Oktober 2005. Akibatnya, perilaku investasi di Indonesia sangat memungkinkan mengalami perubahan. Setiap peristiwa berskala nasional apalagi yang terkait langsung dengan permasalahan ekonomi dan bisnis menimbulkan reaksi para pelaku pasar modal yang dapat berupa respon positif atau respon negatif tergantung pada apakah peristiwa tersebut memberikan stimulus positif atau negatif terhadap iklim investasi. Berdasarkan pada argumentasi di atas, maka dimungkinkan akan terjadi reaksi negatif para pelaku pasar modal setelah pengumuman tersebut. Tetapi jika yang terjadi sebaliknya bahwa kenaikan harga BBM ini direaksi positif oleh pelaku pasar, maka kesimpulan sederhana dari dampak peristiwa pengumuman tersebut adalah bahwa naiknya harga BBM memberikan stimulus positif pada perekonomian Indonesia.
Dengan berkembangnya kontroversi pro dan kontra terhadap kenaikan harga BBM tersebut, penelitian ini berusaha mengetahui dampak langsung peristiwa kenaikan BBM terhadap kondisi masyarakat kecil di Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin mengulas lebih dalam lagi dengan karya tulis yang berjudul, “Pengaruh Kenaikan BBM Terhadap Kondisi Masyarakat Kecil”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara kondisi masyarakat kecil di Indonesia sebelum dan sesudah peristiwa kenaikan harga BBM ?
2. Bagaimana menanggulangi dampak kenaikan harga BBM pada kondisi masyarakat kecil di Indonesia ?
C. Tujuan dan Manfaat
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dan manfaat penulisan adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara kondisi masyarakat kecil di Indonesia sebelum dan sesudah peristiwa kenaikan harga BBM.
2. Untuk mengetahui bagaimana menanggulangi dampak kenaikan harga BBM pada kondisi masyarakat kecil di Indonesia.
D. Metode Penelitian
Metode penelitian dalam paper ini menggunakan metode study kepustakaan yang merupakan kegiatan penelusuran dan penelaahan literatur-literatur. Metode ini diperuntukkan untuk melakukan penelitian yang dianggap sebagai bentuk survey dari data yang sudah ada dengan melacak informasi dari buku-buku, koran, iklan, majalah dan internet.
E. Sistematika Penulisan
Pada paper penulis yang berjudul “Pengaruh Kenaikan BBM Terhadap Kondisi Masyarakat Kecil” terbagi menjadi 4 bab. Pembagian penulisan dalam paper ini untuk memudahkan penulis dalam menyusun hasil penelaahan terhadap permasalahan yang ada.
Adapun sistematika penulisan paper ini diuraikan sebagai berikut :
Bab Satu : Pendahuluan, yang berisikan : latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab Dua : Kajian Teori, yang didalamnya membahas tentang kenaikan BBM, kenaikan BBM yang menyebabkan inflasi, dan dampak kenaikan harga BBM pada masyarakat kecil.
Bab Tiga : Pembahasan, berisikan tentang penyajian data dan pemecahan terhadap masalah-masalah yang ditimbulkan karena kenaikan harga BBM.
Bab Empat : Penutup, yang mana isinya adalah kesimpulan dan saran dari seluruh uraian penelitian.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kenaikan BBM
Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat vital dalam semua aktifitas ekonomi. Dampak langsung perubahan harga minyak ini adalah perubahan-perubahan biaya operasional yang mengakibatkan tingkat keuntungan kegiatan investasi langsung terkoreksi. Secara sederhana tujuan investasi adalah untuk maksimisasi kemakmuran melalui maksimisasi keuntungan, dan investor selalu berusaha mananamkan dana pada investasi portofolio yang efisien dan relatif aman.
Kenaikan harga BBM bukan saja memperbesar beban masyarakat kecil pada umumnya tetapi juga bagi dunia usaha pada khususnya. Hal ini dikarenakan terjadi kenaikan pada pos-pos biaya produksi sehingga meningkatkan biaya secara keseluruhan dan mengakibatkan kenaikan harga pokok produksi yang akhirnya akan menaikkan harga jual produk. Multiple efek dari kenaikan BBM ini antara lain meningkatkan biaya overhead pabrik karena naiknya biaya bahan baku, ongkos angkut ditambah pula tuntutan dari karyawan untuk menaikkan upah yang pada akhirnya keuntungan perusahaan menjadi semakin kecil. Di lain pihak dengan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak tersebut akan memperberat beban hidup masyarakat yang pada akhirnya akan menurunkan daya beli masyarakat secara keseluruhan. Turunnya daya beli masyarakat mengakibatkan tidak terserapnya semua hasil produksi banyak perusahaan sehingga secara keseluruhan akan menurunkan penjualan yang pada akhirnya juga akan menurunkan laba perusahaan.
B. Kenaikan BBM Menyebabkan Inflasi
Kekhawatiran banyak kalangan atas dampak kenaikan harga bahan bakar minyak yang sangat drastis menjadi kenyataan. Angka laju inflasi yang diumumkan dua hari sebelum Idul Fitri betul-betul di luar dugaan hampir semua pemerhati ekonomi dan bahkan kalangan pemerintah sendiri.
Dengan mengacu pada inflasi kumulatif Januari-September 2005 sebesar 9,1 persen, inflasi bulan Oktober sebesar 8,7 persen tentu saja tergolong luar biasa sehingga membuat inflasi kumulatif Januari-Oktober menjadi 15,6 persen. Inflasi Oktober berdasarkan perhitungan "tahun ke tahun" (year on year) lebih tinggi lagi, yakni 17,9 persen. Berdasarkan angka-angka itu, laju inflasi tahun 2005 diperkirakan berkisar 16-18 persen atau titik tengahnya adalah 17 persen.
Di awal kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), seorang menteri ekonomi menegaskan bisa menahan laju inflasi tahun 2005 di sekitar 10 persen. Lalu beberapa hari kemudian dikoreksi menjadi kira-kira 12 persen, selanjutnya kembali dikoreksi menjadi 14 persen. Kali ini dan untuk ke sekian kalinya pemerintah salah langkah. Hitung-hitungan pemerintah jelas keliru dan menyederhanakan masalah.
Memang disadari bahwa besarnya disparitas harga BBM di dalam dan luar negeri menimbulkan banyak masalah. Namun, sangat tidak realistis untuk menyelesaikan semua masalah itu sekaligus dengan hanya menggunakan satu jurus pamungkas, yakni kenaikan harga BBM sebesar 114 persen berdasarkan rata-rata tertimbang.
Padahal, kaidah Tinbergen (Tinbergen's rule) mengatakan bahwa satu instrumen kebijakan hanya bisa secara efektif menyelesaikan satu masalah saja. Memang pemerintah menggulirkan beberapa obat penawar rasa sakit dalam bentuk paket insentif bagi dunia usaha yang meliputi paket fiskal, reformasi di bidang tata niaga dan transportasi, serta kebijakan di bidang perberasan.
Pemerintah juga mengucurkan dana bantuan langsung tunai (BLT) bagi setiap keluarga miskin sebesar Rp 100.000 per bulan yang dibayarkan di muka sekaligus untuk tiga bulan. Dengan BLT ini bahkan pemerintah sangat yakin bisa menekan jumlah orang miskin—sungguh suatu perhitungan yang teramat matematik—statik yang seolah-olah menempatkan 220 juta penduduk Indonesia bagaikan mesin tanpa jiwa dan emosi di dalam laboratorium yang terisolasi.
Dengan mempertimbangkan bahwa paket insentif dan BLT sangat terbatas cakupannya dan mengingat pula belum semua terwujud, serta masalah-masalah baru yang muncul sehingga diragukan efektivitasnya, maka tohokan kenaikan harga BBM berpotensi menambah dan memperpanjang penderitaan rakyat. Tanda-tanda ke arah sana sudah semakin nyata.
Berdasarkan perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS), kenaikan harga BBM pada 1 Oktober lalu berdampak seketika terhadap peningkatan pengangguran terbuka sebanyak 426.000 pekerja. Jajaran penganggur ini niscaya akan terus bertambah panjang dalam setahun ke depan karena gelombang PHK akan terus berlanjut setelah Lebaran dan Tahun Baru nanti.
Tak seperti krisis tahun 1998 yang membuat banyak perusahaan besar—terutama yang banyak berutang dalam mata uang asing, memiliki kandungan impor yang besar, dan berorientasi pada pasar dalam negeri—terempas, sementara usaha kecil dan menengah (UKM) dan atau sektor informal justru mampu bertahan, dampak kenaikan harga BBM kali ini lebih berat dirasakan oleh UKM dan bersifat seketika. Padahal, UKM inilah yang menjadi penyerap tenaga kerja terbesar.
Usaha berskala menengah-besar diperkirakan mulai mengalami tekanan serius pada tahap selanjutnya. Salah satu penyebab utamanya ialah kenaikan tajam suku bunga pinjaman. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari keniscayaan Bank Indonesia untuk terus-menerus meredam instabilitas makro-ekonomi. Pada hari yang bersamaan dengan pengumuman angka inflasi oleh BPS, Bank Indonesia menaikkan BI Rate sebesar 125 basis poin menjadi 12,25 persen. Inilah kenaikan BI Rate tertinggi sejak diperkenalkan untuk pertama kalinya pada 5 Juli tahun ini.
Karena negeri kita tergolong sebagai small open-economy yang menerapkan rezim devisa bebas, sehingga membawa konsekuensi untuk menjaga interest rate differential dengan luar negeri, maka hampir bisa dipastikan bahwa Bank Indonesia akan terus menaikkan BI Rate.
Jika ekspektasi masyarakat terhadap inflasi "manteng" pada angka 17 persen, maka suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) bertenor satu bulan hingga Desember akan bergerak cepat ke tingkat 15 persen. Jika pada angka ini posisi rupiah terus mengalami tekanan "berat", maka boleh jadi suku bunga SBI akan terus dinaikkan. Berdasarkan pengalaman dua tahun terakhir saja, serta dengan mengambil selisih rata-rata suku bunga SBI bertenor satu bulan dan angka inflasi yang amat konservatif sebesar 1-1,5 persen, maka suku bunga SBI berpotensi terus naik mendekati 20 persen.
Menghadapi tekanan yang bertubi-tubi, termasuk kenaikan suku bunga pinjaman, membuat dunia usaha kian kalang kabut.
Kenaikan suku bunga bisa diredam asalkan pergerakan nilai tukar rupiah agak dibiarkan fleksibel. Karena, kiranya amat sulit mencapai target suku bunga rendah dan rupiah kuat bersamaan. Pilihan pahit ini harus dipilih mau yang paling sedikit biayanya bagi perekonomian atau yang mana.
Bagaimana jika kurs yang dibiarkan mengambang akan mengarah pada destabilizing speculation? Pilihan ekstrem kalau memang suku bunga tinggi lebih memukul perekonomian ialah mem-peg nilai rupiah. Sekalipun opsi ini sangat ditentang oleh penganut aliran ekonomi mainstream, tak ada salahnya untuk mulai menghitung-hitung untung-rugi dan prakondisi yang harus terpenuhi. Paling tidak pemberlakuannya bersifat darurat dan sangat sementara.
Tantangan jangka pendek ini harus dihadapi dengan sangat hati-hati. Segala tindakan pemerintah harus betul-betul terukur. Kesalahan kecil saja bisa berakibat fatal. Secara teknis, kenaikan harga BBM tak mungkin lagi dikoreksi karena dampak terhadap kenaikan harga-harga boleh dikatakan sudah terjadi penuh.
Akibat kenaikan harga BBM yang tak kepalang, pekerjaan rumah pemerintah bukannya berkurang, malahan bertambah banyak dan lebih pelik serta lebih berisiko. Investor asing dan lembaga-lembaga internasional memuji langkah berani pemerintah. Para kreditor mengamini karena terang saja mereka merasa lebih nyaman jika APBN lebih banyak dialokasikan untuk pembayaran bunga dan cicilan utang. Jadi, apa bedanya antara memberi subsidi kepada rakyat dan membayar suku bunga lebih tinggi kepada kreditor asing?
Kita berharap pemerintah lebih peka pada derita rakyatnya sendiri. Kepentingan nasional harus di atas segala-galanya. Kita harus berdaulat secara politik dan ekonomi. Keadilan harus jadi acuannya. Banyak pilihan kebijakan yang masih tersedia untuk mewujudkannya asalkan kita mau mengubah pola pikir kita yang selama ini terlalu dibelenggu oleh setting perekonomian negara maju yang kelembagaannya sudah sedemikian sangat lengkap, dan tidak korup.
C. Dampak Kenaikan BBM Pada Masyarakat Kecil
Walaupun dampak kenaikan harga BBM tersebut sulit dihitung dalam gerakan kenaikan inflasi, tetapi dapat dirasakan dampak psikologisnya yang relatif kuat. Dampak ini dapat menimbulkan suatu ekspektasi inflasi dari masyarakat yang dapat mempengaruhi kenaikan harga berbagai jenis barang/jasa. Ekspektasi inflasi ini muncul karena pelaku pasar terutama pedagang eceran ikut terpengaruh dengan kenaikan harga BBM dengan cara menaikkan harga barang-barang dagangannya. Dan biasanya kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok masyarakat terjadi ketika isu kenaikan harga BBM mulai terdengar.
Perilaku kenaikan harga barang-barang kebutuhan masyarakat setelah terjadi kenaikan harga beberapa jenis BBM seperti premium (bensin pompa), solar, dan minyak tanah dari waktu ke waktu relatif sama. Misalnya, dengan naiknya premium sebagai bahan bakar transportasi akan menyebabkan naiknya tarif angkutan. Dengan kenaikan tarif angkutan tersebut maka akan mendorong kenaikan harga barang-barang yang banyak menggunakan jasa transportasi tersebut dalam distribusi barangnya ke pasar. Demikian pula dengan harga solar yang mengalami kenaikan juga akan menyebabkan kenaikan harga barang/jasa yang dalam proses produksinya menggunakan solar sebagai sumber energinya.
Begitu seterusnya, efek menjalar (contagion effect) kenaikan harga BBM terus mendongkrak biaya produksi dan operasional seluruh jenis barang yang menggunakan BBM sebagai salah satu input produksinya yang pada akhirnya beban produksi tersebut dialihkan ke harga produk yang dihasilkannya. Kenaikan harga beberapa jenis BBM ini akan menyebabkan kenaikan harga di berbagai level harga, seperti harga barang di tingkat produsen, distributor/pedagang besar sampai pada akhirnya di tingkat pedagang eceran. Gerakan kenaikan harga dari satu level harga ke level harga berikutnya dalam suatu saluran perdagangan (distribution channel) adakalanya memerlukan waktu (time lag). Tetapi, yang jelas muara dari akibat kenaikan harga BBM ini adalah konsumen akhir yang notabene adalah berasal dari kebanyakan masyarakat ekonomi lemah yang membutuhkan barang-barang kebutuhan pokok sehari-hari dengan membeli barang-barang kebutuhannya sebagian besar dari pedagang eceran. Dan biasanya kenaikan harga di tingkat eceran (retail price) ini lebih besar dibandingkan dengan kenaikan harga di tingkat harga produsen (producer price) maupun di tingkat pedagang besar (wholesale price).
Kenaikan harga beberapa jenis BBM bulan Mei 1998, terulang kembali di bulan Juni 2001 dengan beberapa skenario kenaikan harga beberapa jenis BBM (premium, solar, minyak tanah). Menurut salah satu sumber di Badan Pusat Statistik, untuk jenis barang BBM yang harganya ditentukan pemerintah, hampir 50 persen dari pengaruh kenaikan BBM sudah dihitung dalam penghitungan inflasi pada bulan Juni 2001. Misalnya bensin naik dari Rp 1.150/liter menjadi Rp 1.450/liter. Karena kenaikan BBM terjadi di bulan Juni, nilai yang digunakan dalam penghitungan inflasi bulan Juni adalah ((1150 + 1450)/2) = 1300 sehingga perubahan yang digunakan adalah perubahan dari harga Rp 1.150/liter menjadi Rp 1.300/liter atau naik 13,04 persen. Sementara untuk bulan Juli 2001, perubahan harga yang dihitung adalah dari harga bensin Rp 1.300/liter menjadi Rp 1.450/ liter atau naik 11,54 persen. Perlakuan ini juga berlaku untuk jenis barang BBM lainnya.
Dengan demikian, pada bulan Juli 2001, sumbangan inflasi dari BBM (bensin, solar, dan minyak tanah) akan mencapai 0,28 persen. Ditambah lagi sumbangan inflasi pelumas/oli yang apabila naik 15 persen akan memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,05 persen. Sumbangan inflasi dari BBM akan bertambah besar jika komponen BBM lainnya yang tidak ditetapkan pemerintah bergerak sesuai selera pasar. Tekanan inflasi akan semakin besar apabila pemerintah menaikkan tarif dasar listrik rata-rata.
Dampak ini hanya sebagian kecil saja yang terjangkau dari pandangan kita. Justru dampak tak langsung yang merupakan hasil multiplier effect dapat menyeret tingkat inflasi lebih tinggi lagi.
Inflasi bulan Juni 2001 sebesar 1,67 persen dan laju inflasi dari Januari-Juni 2001 sudah mencapai 5,46 persen, dengan adanya kenaikan harga BBM sepertinya pemerintah harus merevisi asumsi inflasi APBN tahun 2001 yang hanya berkisar 9,3 persen menjadi inflasi dua digit.
Sebab, setelah bulan Juli tahun ini, masih banyak faktor pemicu inflasi lain seperti peristiwa SI MPR dan faktor musiman seperti Lebaran dan Natal yang akan mendongkrak tingkat inflasi lebih tinggi lagi.
BAB III
PENYAJIAN DATA DAN PEMECAHAN MASALAH
A. Penyajian data
Sepertinya rakyat harus menarik napas dalam-dalam menahan impitan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang tinggi setelah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) per 15 Juni 2001. Kenaikan BBM ini telah menggenjot tingkat inflasi bulan Juni 2001 menjadi 1,67 persen. Dampak ini masih terasa sampai bulan Juli 2001 yang akan memberikan sumbangan inflasi antara 0,3-1 persen. Efek domino yang ditimbulkan pun masih menjadi pemicu kenaikan harga lainnya. Diperkirakan inflasi tahun ini tembus dua digit. Kebijakan kenaikan harga BBM per 15 Juni 2001, menjadi pemicu kenaikan harga-harga kebutuhan pokok lainnya. Contoh, penjual sayur-sayuran, menaikkan harga sayur-sayurannya lantaran ongkos transpornya dan harga sayur-sayuran dari petani sayur sudah naik. Begitu juga, penyedia jasa angkutan, secara serentak menaikkan ongkos transpor lantaran BBM yang digunakan sehari-harinya naik, bahkan kenaikannya melebihi dari kenaikan BBM itu sendiri.
Penjual pakaian di pasar-pasar juga ikut menaikkan harga dagangannya dengan alasan harga pakaian dari industri pakaiannya sudah naik. Tak kalah serunya industri pakaian ini juga secara otomatis menaikkan harga produknya karena biaya produksi naik lantaran ada sebagian kegiatan produksinya menggunakan BBM dalam jumlah besar. Belum lagi nanti kalau tarif listrik naik lantaran PLN dalam memproduksi listriknya juga menggunakan sebagian BBM.
Seluruh fenomena ini merupakan salah satu contoh akibat “air bah” pemicu inflasi yang merupakan multiplier effect dari kenaikan BBM, karena BBM merupakan salah satu komponen strategis dalam menggerakkan roda ekonomi seluruh aktivitas perekonomian di negara ini.
Pada awalnya pengurangan subsidi BBM ini dimaksudkan untuk menciptakan keadilan dalam pemberian subsidi untuk seluruh lapisan masyarakat karena selama ini pemberian subsidi BBM hanya menguntungkan masyarakat lapisan ekonomi kuat. Tetapi, pada akhirnya akibat kebijakan pengurangan subsidi BBM tersebut, yang menanggung kenaikan harga BBM adalah masyarakat lapisan bawah. Program kompensasi yang dijanjikan pemerintah untuk membantu masyarakat ekonomi lemah akibat kenaikan BBM yang dimulai sejak bulan April 2000 tidak mengenai sasaran pada masyarakat yang membutuhkan. Bahkan program ini telah dilansir media massa hanya merupakan proyek bagi-bagi uang yang tidak sampai ke sasarannya. Kurangnya perencanaan dan pengawasan penyaluran dana kompensasi merupakan salah satu penyebab tidak berhasilnya program tersebut.
Pemerintah selama tahun 2000 – 2001 telah menaikkan harga BBM sampai tiga kali. Kenaikan harga BBM terakhir terjadi pada tanggal 15 Juni 2001, seperti kenaikan harga premium dari harga Rp 1.150/liter di bulan April 2000 menjadi Rp 1.450/liter di bulan Juni (naik 26,1 persen), harga solar dari Rp 600/liter menjadi Rp 900/liter (naik 50 persen), harga minyak tanah dari Rp 350/liter menjadi Rp 400/ liter (naik 14,29 persen), minyak diesel dari Rp 550/liter menjadi Rp 1.200/liter (naik 118,18 persen), dan minyak bakar dari Rp 400/liter menjadi Rp 900/liter (naik 125 persen).
Kenaikan BBM tersebut cukup memberatkan masyarakat lapisan bawah karena dapat menimbulkan multiplier effect, mendorong kenaikan harga jenis barang lainnya yang dalam proses produksi maupun distribusinya menggunakan BBM.
Contoh dampak kenaikan harga BBM pada bulan April 1998 tersebut terhadap inflasi masih terasa sampai bulan Juli 1998 dengan rata-rata inflasi setiap bulannya sebesar 6,77 persen.
Inflasi bulan Mei 1998 mencapai 5,24 persen dan pada bulan tersebut seluruh kelompok pengeluaran konsumsi mengalami kenaikan indeks. Kelompok pengeluaran bahan makanan mengalami kenaikan indeks sebesar 3,90 persen; kelompok pengeluaran makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 4,00 persen; kelompok pengeluaran perumahan 4,14 persen; kelompok pengeluaran sandang 4,53 persen; kelompok pengeluaran kesehatan 2,40 persen; kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 1,41 persen; dan kelompok pengeluaran transportasi dan komunikasi 17,25 persen.
Tekanan inflasi masih dirasakan di bulan Juni 1998, mencapai angka 4,64 persen, dan pada bulan tersebut seluruh kelompok pengeluaran konsumsi juga mengalami kenaikan indeks. Hal ini masih terjadi pula pada tingkat inflasi bulan Juli, yaitu sebesar 8,56 persen.
Angka inflasi sebesar 8,56 persen merupakan angka inflasi yang sangat tinggi karena angka inflasi satu persen saja sudah merupakan cerminan dari gelombang “air bah” dari kenaikan beberapa jenis barang yang hampir terjadi di seluruh kota yang dihitung angka inflasinya.
Berdasarkan pola kenaikan jenis barang selama ini, angka inflasi satu persen saja biasanya berasal dari kenaikan harga lebih dari 15 jenis barang yang terjadi serentak di hampir seluruh kota sampel penghitungan Indeks Harga Konsumen (IHK).
Jenis barang yang sering mengalami fluktuasi harga biasanya berasal dari kelompok bahan makanan seperti beras, daging ayam ras, ikan segar, telur, tomat sayur, minyak goreng, dan cabai rawit. Ditambah juga dari kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau seperti rokok, mi kering instan, nasi lauk, ayam goreng, kue kering, dan berbagai jenis minuman. Semua itu biasanya ikut mewarnai angka inflasi sebesar satu persen di samping kelompok jenis barang lainnya.
B. Pemecahan Masalah
1. Dari sisi pelanggan
Daya beli pasti turun. Tapi ini sejenak, mungkin cuma 2 bulan. Karena pelanggan Indonesia tidak tahan untuk tidak membeli. Yang pasti terjadi pergeseran sementara, mungkin pelanggan kelas menengah mencari produk lebih murah namun kualitas masih bagus, tetapi pelanggan kelas bawah mencari yang paling murah. Pelanggan kelas atas yang tidak terpengaruh.
Pelanggan sedang sensitif harga, jadi maunya harga diskon terus. Jangan kaget, sebentar lagi banyak Promo “Harga Diskon”, “Beli 2 Gratis 1”, “Cuci Gudang”, “Harga Tidak Naik”. Psikologisnya selalu ingin mendapatkan harga termurah. Makanya biasanya banyak yang membuang barang lama dengan event diskon. Atau melabel dengan harga baru lalu di-diskon.
Pelanggan tetap maunya barang bagus, desain OK, model terbaru, tetapi harga maunya murah. Nah, produsen biasanya pandai mensiasasti situasi ini. Kita sebagai pedagang eceran, pasti masih punya peluang besar mendapatkan model-model terbaru dengan harga terjangkau.
Tidak ada toko yang tidak menaikkan harga, sehingga pelanggan pasti akan mendapatkan harga naik pada semua pedagang eceran. Artinya, potensi pelanggan pindah toko juga kecil. Jadi jangan takut kehilangan pelanggan. Membuat hati pelanggan lebih nyaman membeli dari kita lebih penting saat ini.
Saatnya menambah produk yang terjangkau. Ini hanya sebagai pancingan saja, supaya pelanggan merasa dapat membeli produk di toko kita. Padahal setelah melihat produk murah, biasanya tidak puas dengan kualitas produknya, ujung-ujungnya masih ingin beli yang agak mahal tapi bagus.
Yang kasihan adalah pelanggan yang memang benar-benar tidak mampu beli. Namun biasanya masih tetap ada peluang beli dengan terpaksa, yaitu pas lebaran. Untuk itu, penjual wajib menyediakan barang-barang lama atau yang tidak laku dengan harga super murah.
2. Dari sisi produsen
Dari sisi produsen, yang pasti produksi tidak mungkin tutup. Produsen otomatis juga tidak langsung menaikkan harga, apalagi mempunyai stok lama bahan produksi. Produsen juga takut menaikkan bawah mencari yang paling murah. Pelanggan kelas atas yang tidak terpengaruh.
Pelanggan sedang sensitif harga, jadi maunya harga diskon terus. Jangan kaget, sebentar lagi banyak Promo “Harga Diskon”, “Beli 2 Gratis 1”, “Cuci Gudang”, “Harga Tidak Naik”. Psikologisnya selalu ingin mendapatkan harga termurah. Makanya biasanya banyak yang membuang barang lama dengan event diskon. Atau melabel dengan harga baru lalu di-diskon.
Pelanggan tetap maunya barang bagus, desain OK, model terbaru, tetapi harga maunya murah. Nah, produsen biasanya pandai mensiasasti situasi ini. Kita sebagai pedagang eceran, pasti masih punya peluang besar mendapatkan model-model terbaru dengan harga terjangkau.
Tidak ada toko yang tidak menaikkan harga, sehingga pelanggan pasti akan mendapatkan harga naik pada semua pedagang eceran. Artinya, potensi pelanggan pindah toko juga kecil. Jadi jangan takut kehilangan pelanggan. Membuat hati pelanggan lebih nyaman membeli dari kita lebih penting saat ini.
Saatnya menambah produk yang terjangkau. Ini hanya sebagai pancingan saja, supaya pelanggan merasa dapat membeli produk di toko kita. Padahal setelah melihat produk murah, biasanya tidak puas dengan kualitas produknya, ujung-ujungnya masih ingin beli yang agak mahal tapi bagus.
Yang kasihan adalah pelanggan yang memang benar-benar tidak mampu beli. Namun biasanya masih tetap ada peluang beli dengan terpaksa, yaitu pas lebaran. Untuk itu, penjual wajib menyediakan barang-barang lama atau yang tidak laku dengan harga super murah.
3. Dari sisi produsen
Dari sisi produsen, yang pasti produksi tidak mungkin tutup. Produsen otomatis juga tidak langsung menaikkan harga, apalagi mempunyai stok lama bahan produksi. Produsen juga takut menaikkan harga, takut produksinya tidak terserap pasar. Jadi tidak mungkin semena-mena menaikkan harga.
Produsen pasti makin kreatif, mencoba memberikan nilai tambah produk dari aspek yang tidak menjadikan harga naik, seperti aspek desain, model dan aplikasi yang menarik. Karena mereka tahu, sebisa mungkin masih harus menyajikan produk yang terjangkau.
Produsen juga hati-hati dalam mengkomunikasikan harga ke pengecer. Produsen juga ingin membangun pengertian bersama, bahwa produsen dan pengecer harus bisa saling memahami dampak kenaikan harga.
Demikian juga pedagang bahan produksi, selama harga pabrik tidak naik, harga bahan juga cenderung tetap. Kalaupun naik pasti perlahan dan bertahap. Sektor hulu cenderung menaikkan harga bertahap.
4. Dari sisi makro
Dampak kenaikan harga BBM adalah berantai. Semua kena dampaknya. Kenaikan harga terjadi di semua komoditas. Namun semua juga sedang menuju keseimbangan baru. Karena pada dasarkan ekonomi tidak akan berhenti. Inflasi juga pasti terjadi. Semua hanya ganti harga saja, namun akan ada shock, dan butuh waktu untuk pulih.
Namun ada sedikit penggembira, jika naik bulan Juni, pedagang bisa agak sedikit tidak perlu khawatir, karena bulan Juli - Desember adalah bulan belanja pemerintah. Artinya, ekonomi sudah pasti berjalan. Ingat, pertumbuhan ekonomi kita sangat tergantung dari belanja pemerintah.
Pedagang wajib bertahan sampai event LEBARAN (bulan Oktober), karena disini tidak ada lagi pengaruh kenaikan harga BBM, semua pasti terlena dengan event belanja lebaran.
Kenaikan harga BBM bukanlah Lonceng Kematian, hukumnya wajib masyarakat kecil harus bertahan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kenaikan harga BBM selalu disertai dengan kenaikan harga-harga kebutuhan yang lain, karena BBM merupakan faktor bahan baku yang utama bagi sektor industri. Sehingga dampak kenaikan harga BBM pasti akan sangat dirasakan oleh masyarakat luas, khususnya masyarakat kecil.
Untuk menyiasati kenaikan harga BBM bagi para produsen adalah dengan cara makin kreatif, mencoba memberikan nilai tambah produk dari aspek yang tidak menjadikan harga naik, seperti aspek desain, model dan aplikasi yang menarik. Hal ini perlu dilakukan agar harga produk tidak ikut naik terlalu tinggi.
B. Saran
Diharapkan agar pemerintah pada saat-saat selanjutnya dapat menjadikan kenaikan harga BBM sebagai alternatif terakhir untuk menghemat anggaran belanja negara. Karena dampak yang ditimbulkannya akan sangat luas.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyono, Rubrik Pembaca Menulis, Kompas Cybermedia, 20 April 2001.
Majalah Trend Data. Edisi Mei 2002.
Arya Yoga, Dampak Kenaikan Harga BBM. 2008. http://reincarbonated.multiply.com
Jawa Pos Online, 30 Januari 2002. Mensiasati Dampak Kenaikan BBM Bagi Pengusaha Kecil.
Tifano
Senin, 26 Maret 2012
Kamis, 13 Oktober 2011
Tugas Softskill (Ekonomi Koperas)
Pembahasan Tentang Ekonomi Koperasi :
-Sejarah Tentang Perkembangan Ekonomi Koperasi di Indonesia
*Awal Pertumbuhan Koperasi di Indonesia
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1896, yg selanjutnya berkembang dari waktu ke waktu sampai sekarang. Perkembangan koperasi di Indonesia mengalami naik dan turun dgn titik berat lingkup kegiatan usaha secara menyeluruh yg berbeda-beda dari waktu ke waktu sesuai dgn lingkungannya, maka selanjutnya tumbuh pula koperasi yg menekankan pd kegiatan penyediaan barang-barang konsumsi dan kemudian yg menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang untuk keperluan produksi. Perkembangan koperasi dari berbagai jenis kegiatan usaha tersebut selanjutnya ada kecenderungan menuju kpd suatu bentuk koperasi yg memiliki beberapa jenis kegiatan usaha. Perkembangan yang pesat dibidang perkoperasian di Indonesia yang menyatu dengan kekuatan social dan politik menimbulkan kecurigaan Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karenanya Pemerintah Hindia Belanda ingin mengaturnya tetapi dalam kenyataan lebih cenderung menjadi suatu penghalang atau penghambat perkembangan koperasi. Dalam hubungan ini pada tahun 1915 diterbitkan Ketetapan Raja no. 431 yang berisi antara lain :
a. Akte pendirian koperasi dibuat secara notariil;
b. Akte pendirian harus dibuat dalam Bahasa Belanda;
c. Harus mendapat ijin dari Gubernur Jenderal;
*Pertumbuhan Koperasi Setelah Kemerdekaan
Gerakan koperasi di Indonesia yg lahir pada akhir abad 19 dlm suasana sbg negara jajahan tidak memiliki suatu iklim yg menguntungkan bagi pertumbuhannya. Baru kemudian setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, dgn tegas perkoperasian ditulis di UUD 1945. DR.H. Moh Hatta sbg salah seorang “Founding Father” RI. Sejak kemerdekaan itu pula koperasi di Indonesia mengalami suatu perkembangan yg lebih bak. Pasal 33 UUD 1945 ayat 1 beserta penjelasannya menyatakan bahwa perekonomian yg sesuai dgn azas kekeluargaan tersebut adalah koperasi. Program Koperasi : a. Usaha untuk menciptakan suasana dan keadaan dgn baik bagi perkembangan koperasi
b. Usaha yg mengurus perusahaan rakyat yg dpt diselenggarakan atas dasar koperasi
Pada tahun 1949 diterbitkan Peraturan Perkoperasian yang dimuat di dalam Staatsblad No. 179. Peraturan ini dikeluarkan pada waktu Pemerintah Federal Belanda menguasai sebagian wilayah Indonesia yang isinya hampir sama dengan Peraturan Koperasi yang dimuat di dalam Staatsblad No. 91 tahun 1927, dimana ketentuan-ketentuannya sudah kurang sesuai dengan keadaan Inidonesia sehingga tidak memberikan dampak yang berarti bagi perkembangan koperasi. Setelah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1950 program Pemerintah semakin nyata keinginannya untuk mengembangkan perkoperasian.Kabinet Mohammad Natsir menjelaskan di muka Dewan Perwakilan Rakyat yang berkaitan dengan program perekonomian antara lain sebagai berikut : ………………….. “Menggiatkan pembangunan organisasi-organisasi rakyat , istimewa koperasi dengan cara pendidikan, penerangan, pemberian kredit yang lebih banyak dan lebih mudah, satu dan lain seimbang dengan kemampuan keuangan Negara”. Untuk memperbaiki perekonomian-perekonomian rakyat Kabinet Wilopo antara lain mengajukan suatu “program koperasi” yang terdiri dari tiga bagian, yaitu :
a. Usaha untuk menciptakan suasana dan keadaan sebaik-baiknya bagi perkembangan gerakan koperasi;
b. Usaha lanjutan dari perkembangan gerakan koperasi;
c. Usaha yang mengurus perusahaan rakyat yang dapat diselenggarakan atas dasar koperasi.
Selanjutnya Kabinet Ali Sastroamidjodjo menjelaskan program Pemerintahannya sebagai berikut : ……………………………….”Untuk kepentingan pembangunan dalam lapangan perekonomian rakyat perlu pula diperluas dan dipergiat gerakan koperasi yang harus disesuaikan dengan semangat gotong royong yang spesifik di Indonesia dan besar artinya dalam usaha menggerakkan rasa percaya pada diri sendiri di kalangan rakyat. Di samping itu Pemerintah hendak menyokong usaha itu dengan memperbaiki dan memperlluas perkreditan, yang terpenting antara lain dengan pemberian modal kepada badan-badan perkreditan desa seperti Lumbung dan Bank Desa, yang sedapat-dapatnya disusun dalam bentuk koperasi” (Sumodiwirjo 1954, h. 45- 46).
Sejalan dengan kebijaksanaan Pemerintah sebagaimana tersebut di atas, koperasi makin berkembang dari tahun ketahun baik organisasi maupun usahanya.
Selanjutnya pada tanggal 15 sampai dengan 17 Juli 1953 dilangsungkan kongres koperasi Indonesia yang ke II di Bandung. Keputusannya antara lain merubah Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) menjadi Dewan Koperasi Indonesia (DKI). Di samping itu mewajibkan DKI membentuk Lembaga Pendidikan Koperasi dan mendirikan Sekolah Menengah Koperasi di Provinsi-provinsi. Keputusan yang lain ialah penyampaian saran-saran kepada Pemerintah untuk segera diterbitkannya Undang-Undang Koperasi yang baru serta mengangkat Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Pada tahun 1956 tanggal 1 sampai 5 September diselenggarakan Kongres Koperasi yang ke III di Jakarta. Keputusan KOngres di samping halhal yang berkaitan dengan kehidupan perkoperasian di Indonesia, juga mengenai hubungan Dewan Koperasi Indonesia dengan International Cooperative Alliance (ICA).
Pada tahun 1958 diterbitkan Undang-Undang tentang Perkumpulan Koperasi No. 79 Tahun 1958 yang dimuat di dalam Tambahan Lembar Negara RI No. 1669. Undang-Undang ini disusun dalam suasana Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dan mulai berlaku pada tanggal 27 Oktober 1958. Isinya lebih biak dan lebih lengkap jika dibandingkan dengan peraturan-peraturan koperasi sebelumnya dan merupakan Undang-Undang yang pertama tentang perkoperasian yang disusun oleh Bangsa Indonesia
sendiri dalam suasana kemerdekaan.
Perlu dipahami bersama perbedaan sikap Pemerintah terhadap pengembangan perkoperasian atas dasar perkembangan sejarah pertumbuhannya di Indonesia dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Pemerintahan Kolonial Belanda bersikap pasif;
b. Pemerintahan Pendudukan Balatentara Jepang bersikap aktif negatif, karena akibat kebijaksanaannya nama koperasi menjadi hancur (jelek);
c. Bersikap aktif positif di mana Pemerintah Republik Indonesia memberikan dorongan kesempatan dan kemudahan bagi koperasi.
*Perkembangan Koperasi Dalam Sistem Ekonomi Terpimpin
Dalam thn 1959 terjadi suatu peristiwa yg sangat penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Setelah Konstituante tdk dpt menyelesaikan tugas menyusun Undang-Undang Dasar Baru pada waktunya, maka pada tanggal 15 Juli 1959 Presiden Soekarno yg juga selaku Panglima Tertinggi Angkatan Perang mengucapkan Dekrit Presiden yg memuat keputusan dan salah satu daripadanya ialah menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh Tanah Tumpah Darah Indonesia. |Berdasarkan ketetapan MPRS No. 1/MPRS/1960 pidato itu ditetapkan sebagai Garis-garis Besar Haluan Negara RI dan pedoman resmi dalam perjuangan menyelesaikan revolusi. Peratuarn ini dibuat sebagai peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang No. 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi dan merupakan penyempurnaan dari hal-hal yang belum diatur dalam Undang-Undang tersebut. Peraturan itu membawa konsep pengembangan koperasi secara missal dan seragam dan dikeluarkan berdasarkan pertimbanganpertimbangan sebagai berikut :(1) Menyesuaikan fungsi koperasi dengan jiwa dan semangat UUD 1945 dan Manipol RI tanggal 17 Agustus 1959, dimana koperasi diberi peranan sedemikian rupa sehingga kegiatan dan penyelenggaraannya benar-benar dapat merupakan alat untuk melaksanakan ekonomi terpimpin berdasarkan sosialisme ala Indonesia, sendi kehidupan ekonomi bangsa Indonesia dan dasar untuk mengatur perekonomian rakyat guna mencapai taraf hidup yang layak dalam susunan masyarakat adil dan makmur yang demokratis; (2) Bahwa pemerintah wajib mengambil sikap yang aktif dalam membina Gerakan Koperasi berdasarkan azas-azas demokrasi terpimpin, yaitu menumbuhkan, mendorong, membimbing, melindungi dan mengawasi perkembangan Gerakan Koperasi, dan; (3) Bahwa dengan menyerahkan penyelenggaraan koperasi kepada inisiatif Gerakan Koperasi sendiri dalam taraf sekarang bukan saja tidakk mencapai tujuan untuk membendung arus kapitalisme dan liberalism, tetapi juga tidak menjamin bentuk organisasi dan cara bekerja yang sehat sesuai dengan azas-azas koperasi yang
sebenarnya (Sularso 1988, h. VI-VII).
*Perkembangan Koperasi Pada Masa Orde Baru
Pemberontakan G30S/PKI merupakan malapetaka besar bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Demikian pula hal tersebut didalami oleh gerakan koperasi di Indonesia. Oleh karena itu dengan kebulatan tekad rakyat dan bangsa Indonesia untuk kembali dan melaksanakan UUD-1945 dan
Pancasila secara murni dan konsekwen, maka gerakan koperasi di Indonesia tidak terkecuali untuk melaksanakannya. Semangat Orde Baru yang dimulai titik awalnya 11 Maret 1996 segera setelah itu pada tanggal 18 Desember 1967 telah dilahirkan Undang-Undang Koperasi yang baru yakni dikenal dengan UU No. 12/1967 tentang Pokok-pokok Perkopersian. Konsideran UU No. 12/1967 tersebut adalah sebagai berikut ;
1. Bahwa Undang-Undang No. 14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian mengandung pikiran-pikiran yang nyata-nyata hendak :
a. menempatkan fungsi dan peranan koperasi sebagai abdi langsung daripada politik. Sehingga mengabaikan koperasi sebagai wadah perjuangan ekonomi rakyat.
b. menyelewengkan landasan-landasan, azas-azas dan sendi-sendi dasar koperasi dari kemrniannya.
2. a. Bahwa berhubung dengan itu perlu dibentuk Undang-Undang baru yang sesuai dengan semangat dan jiwa Orde Baru sebagaimana dituangkan dalam Ketepatan-ketepatan MPRS Sidang ke IV dan Sidang Istimewa untuk memungkinkan bagi koperasi mendapatkan kedudukan hokum dan tempat yang semestinya sebagai wadah organisasi perjuangan ekonomi rakyat yang berwatak sosial dan sebagai alat
pendemokrasian ekonomi nasional.
b. Bahwa koperasi bersama-sama dengan sector ekonomi Negara dan swasta bergerak di segala sektor ekonomi Negara dan swasta bergerak di segala kegiatan dan kehidupan ekonomi bangsa dalam rangka memampukan dirinya bagi usaha-usaha untuk mewujudkan masyarakat Sosialisme Indonesia berdasarkan Panvcasila yang adil dan makmur di ridhoi Tuhan Yang Maha Esa.
3. Bahwa berhubungan dengan itu, maka Undang-Undang No. 14 tahun 1965 perlu dicabut dan perlu mencerminkan jiwa, serta cita-cita yang terkandung dalam jelas menyatakan, bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan dan koperasi adalah satu bangunan usaha yang sesuai dengan susunan perekonomian yang dimaksud itu. Berdasarkan pada ketentuan itu dan untuk mencapai cita-cita tersebut Pemerintah mempunyai kewajiban membimbing dan membina perkoperasian Indonesia dengan sikap “ ing ngarsa sung tulada, ing madya mbangun karsa, tut wuri handayani.
Garis-Garis Besar haluan Negara 1988 menetapkan bahwa koperasi dimungkinkan bergerak di berbagai sector kegiatan ekonomi, misalnya sektor-sektor : pertanian, industri, keuangan, perdagangan, angkutan dan sebagainya. Dalam pola umum Pelita ke lima menyebutkan bahwa : “Dunia usaha nasional yang terdiri dari usaha Negara koperasi dan usaha swasta perlu terus dikembangkan menjadi usaha yang sehat dan tangguh dan diarahkan agar mampu meningkatkan kegairahan dan kegiatan ekonomi serta pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, memperluas lapangan kerja, meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat, serta memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dan memantapkan ketahanan nasional. Dalam hal ini perlu diperluas kesempatan berusaha serta ditumbuh kembangkan swadaya dan kemampuan berusaha khususnya bagi koperasi, usaha kecil serta usaha informal dan tradisional, baik usaha masyarakat di pedesaan maupun di perkotaan. Selanjutnya perlu disiptakan iklim usaha yang sehat serta tata hubungan yang mendorong tumbuhnya kondisi saling menunjang antara usaha Negara, usaha koperasi dan usaha swasta keterkaitan yang saling menguntungkan dan adil sntara golongan ekonomi kuat dan golongan ekonomi lemah “ (butir 2). Untuk mewujudkan demokrasi ekonomi seperti yang dikehendaki dalam undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 1 berikut penjelasan, Pola Umum Pelita V juga menyebutkan : “Dalam rangka mewujudkan demokrasi ekonomi, koperasi harus makin dikembangkan dan ditingkatkan kemampuannya serta dibina dan dikelola secara efisien. Dalam rangka meningkatkan peranan koperasi dalam kehidupan ekonomi nasional, koperasi perlu dimasyarakatkan agar dapat tumbuh dan berkembang sebagai gerakan dari masyarakat sendiri. Koperasi di bidang produksi, konsumsi, pemasaran dan jasa perlu terus didorong, serta dikembangkan dan ditingkatkan kemampuannya agar makin mandiri dan mampu menjadi pelaku uatama dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Pembinaan yang tepat atas koperasi dapat tumbuh dan berkembang secara sehat serta hasil-hasil usahanya makin dinikmati oleh para anggotanya, Koperasi Unit Desa (KUD) perlu terus dibina dan dikembangkan agar tumbuh sehat dan kuat sehingga koperasi akan semakin berakar dan peranannya makin besar dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat terutama di pedesaan “ (butir d. 33). Dalam Pelita V kebijakan pembangunan tetap bertumpu pada trilogy pembangunan dengan menekankan pemerataa pembangunan dan hasilhasilnya menuju terciptanya keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia, yang disertai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi serta stabilitas yang mantap. Ketiga unsure Trilogi Pembangunan tersebut saling mengkait dan saling memperkuat serta perlu dikembangkan secara selaras, serasi dan seimbang. Dalam memperkokoh kerangka landasan untuk tinggal landas dibidang ekonomi, peranan koperasi merupakan aspek yang strategis di samping peran pelaku ekonomi lainnya. Kopperasi harus tumbuh kuat dan mampu menangani seluruh aspek kegiatan dibidang pertanian, industry yang kuat dan dibidang perdagangan barang-barang kebutuhan pokok masyarakat. Sejalan dengan prioritas pembangunan nasional, dalam Pelita V masih terpusatkan pada sector pertanian, maka prioritas pembinaan koperasi mengikuti pola tersebut dengan memprioritaskan pembinaan 2.000sampai
dengan 4.000 KUD Mandiri tanpa mengabaikan pembinaan-pembinaan terhadap koperasi jenis lain. Adapun tujuan pembinaan dan pengembangan KUD Mandiri adalah untuk mewujudkan KUD yang memiliki kemampuan manajemen koperasi yang rasional dan efektip dalam mengembangkan kegiatan ekonomi para anggotanya berdasarkan atas kebutuhan dan keputusan para anggota KUD. Dengan kemampuan itu KUD diharapkan dapat melaksanakan fungsi utamanya yaitu melayani para anggotanya, seperti melayani perkreditan, penyaluran barang dan pemasaran hasil produksi. Dalam rangka pengembangan KUD mandiri telah diterbitkan INSTRUKSI MENTERI KOPERASI No. 04/Ins/M/VI/1988 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengembangan KUD mandiri. Pembinaan dan Pengembangan KUD mandiri diarahkan :
1. Menumbuhkan kemampuan perekonomian masyarakat khusunya di pedesaan.
2. Meningkatkan peranannya yang lebih besar dalam perekonomian nasional.
3. Memberikan manfaat yang sebesar-besarnya dalam peningkatan kegiatan ekonomi dan pendapatan yang adil kepada anggotanya. Ukuran-ukuran yang digunakan untk menilai apakah suatu KUD sudah mandiri atau belum adalah sebagai berikut :
1. Mempunyai anggota penuh minimal 25 % dari jumlah penduduk dewasa yang memenuhi persyaratan kenggotaan KUD di daerah kerjanya.
2. Dalam rangka meningkatkan produktivitas usaha anggotany maka pelayanan kepada anggota minimal 60 % dari volume usaha KUD secara keseluruhan.
3. Minimal tiga tahun buku berturut-turut RAT dilaksanan tepat pada waktunya sesuai petunjuk dinas.
4. Anggota Pengurus dan Badan Pemeriksa semua berasal dari anggota KUD dengan jumlah maksimal untuk pengurus 5 orang dan Badan Pemeriksa 3 orang.
5. Modal sendiri KUD minimal Rp. 25,- juta.
6. Hasil audit laporan keuangan layak tapa catatan (unqualified opinion).
7. Batas toleransi deviasa usaha terhadap rencana usaha KUD (Program dan Non Program) sebesar 20 %.
8. Ratio Keuangan : Liquiditas, antara 15 % s/d 200 %. Solvabilita, minimal 100 %.
9. Total volume usaha harus proposional dengan jumlah anggota, denngan minimal rata-rata Rp. 250.000,- per anggota per tahun.
10. Pendapatan kotor minimal dapat menutup biaya berdasarkan prinsip effisiensi.
11. Sarana usaha layak dan dikelola sendiri
12. Tidak ada penyelewengan dan manipulasi yang merugikan KUD oleh Pengelola KUD.
13. Tidak mempunyai tunggakan.
- Konsep Koperasi
• Konsep Koperasi Barat
Koperasi merupakan organisasi swasta, yang dibentuk secara sukarela oleh orang-orang yang mempunyai persamaan kepentingan, dengan maksud mengurusi kepentingan para anggotanya serta menciptakan keuntungan timbal balik bagi anggota koperasi maupun perusahaan koperasi.
• Unsur-unsur positif Konsep Koperasi Barat
• Keinginan individu dapat dipuaskan dengan cara bekerjasama antarsesama anggota, dg saling membantu dan saling menguntungkan.
• Setiap individu dg tujuan yang sama dapat berpartisipasi untuk mendapatkan keuntungan dan menanggung risiko bersama
• Hasil berupa surplus/keuntungan didistribusikan kepada anggota sesuai dengan metode yang telah disepakati
• Keuntungan yang belum didistribusikan akan dimasukkan sebagai cadangan koperasi
• Dampak Langsung Koperasi Terhadap Anggotanya
• Promosi kegiatan ekonomi anggota
• Pengembangan usaha perusahaan koperasi dalam hal investasi, formasi permodalan, pengembangan SDM, pengembangan keahlian untuk bertindak sebagai wirausahawan dan bekerjasama antar koperasi secara horizontal dan vertikal
• Dampak Tidak Langsung Koperasi Terhadap Anggota
• Pengembangan Kondisi sosial ekonomi sejumlah produsen skala kecil maupun pelanggan
• Mengembangkan inovasi pada perusahaan skala kecil
• Memberikan distribusi pendapatan yang lebih seimbang dg pemberian harga yang wajar antara produsen dg pelanggan, serta pemberian kesempatan yang sama pada koperasi dan perusahaan kecil.
• KONSEP KOPERASI SOSIALIS
Koperasi direncanakan dan dikendalikan oleh pemerintah dan dibentuk dengan tujuan merasionalkan produksi, untuk menunjang perencanaan nasional.
Menurut konsep ini, koperasi tidak berdiri sendiri tetapi merupakan subsistem dari sistem sosialisme untuk mencapai tujuan-tujuan sistem sosialis-komunis
• KONSEP KOPERASI NEGARA BERKEMBANG
• Koperasi sudah berkembang dengan ciri tersendiri, yaitu dominasi campur tangan pemerintah dalam pembinaan dan pengembangannya.
• Perbedaan dengan Konsep Sosialis :
Konsep Sosialis : tujuan koperasi untuk merasionalkan faktor produksi dari kepemilikan probadi ke pemilikan kolektif
Konsep Negara Berkembang : tujuan koperasi adalah meningkatkan kondisi sosial ekonomi anggotanya.
- Latar Belakang Timbulnya Aliran Koperasi
Keterkaitan Ideologi, Sistem Perekonomian dan Aliran Koperasi
◦ Keterkaitan Ideologi, Sistem Perekonomian dan Aliran Koperasi
Sistem Perekonomian Aliran Koperasi
Liberalisme/Kapitalisme Sistem Ekonomi Bebas Liberal Yardstick
Komunisme/Sosialisme Sistem Ekonomi Sosialis Sosialis
Tidak termasuk Liberalisme/Sosialisme Sistem Ekonomi Campuran Persemakmuran (commonwealth)
• Aliran Koperasi
◦ Aliran Yardstick
▪ Dijumpai pada negara-negara yang berideologi kapitalis atau yang menganut perekonomian Liberal.
▪ Koperasi dapat menjadi kekuatan untuk mengimbangi, menetralisasikan dan mengoreksi
▪ Pemerintah tidak melakukan campur tangan terhadap jatuh bangunnya koperasi di tengah-tengah masyarakat. Maju tidaknya koperasi terletak di tangan anggota koperasi sendiri
▪ Pengaruh aliran ini sangat kuat, terutama dinegara-negara barat dimana industri berkembang dg pesat. Spt di AS, Perancis, Swedia, Denmark, Jerman, Belanda dll.
◦ Aliran Sosialis
▪ Koperasi dipandang sebagai alat yang paling efektif untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, disamping itu menyatukan rakyat lebih mudah melalui organisasi koperasi.
▪ Pengaruh aliran ini banyak dijumpai di negara-negara Eropa Timur dan Rusia
◦ Aliran Persemakmuran (Commonwealth)
▪ Koperasi sebagai alat yang efisien dan efektif dalam meningkatkan kualitas ekonomi masyarakat.
▪ Koperasi sebagai wadah ekonomi rakyat berkedudukan strategis dan memegang peranan utama dalam struktur perekonomian masyarakat
▪ Hubungan Pemerintah dengan gerakan koperasi bersifat “Kemitraan (partnership)”, dimana pemerintah bertanggung jawab dan berupaya agar iklim pertumbuhan koperasi tercipta dengan baik.
- Prinsip Koperasi Indonesia
Dalam Bab III, bagian Kedua, Pasal (5) UU No 25 tahun 1992 diuraikan bahwa :
1) Koperasi melaksanakan prinsip koperasi sebagai berikut :
a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis;
c. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota;
d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
e. Kemandirian;
2) Dalam mengembangkan koperasi, maka Koperasi melaksanakan pula prinsip koperasi sebagai berikut :
a. Pendidikan Perkoperasian
b. Kerja sama antar koperasi
Dalam Penjelasan dari Pasal (5) UU No. 25 Tahun 1992 tersebut, diuraikan bahwa prinsip koperasi adalah merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan berkoperasi. Dengan melaksanakan keseluruhan prinsip tersebut, koperasi mewujudkan dirinya sebagai badan usaha sekaligus sebagai gerakkan ekonomi rakyat yang berwatak sosial.
Prinsip koperasi ini merupakan esensi dari dasar kerja koperasi sebagai badan usaha dan merupakan ciri khas serta jati diri koperasi. Dengan adanya prinsip tersebut, koperasi dapat dibedakan dari badan usaha lainnya, karena adanya:
a. Sifat kesuka relaan dalam keanggotaan koperasi.
Sifat ini mengandung arti bahwa menjadi anggota koperasi tidak boleh dipaksakan oleh siapapun.
b. Adanya prinsip demokrasi.
Prinsip ini menunjukkan bahwa pengelolaan koperasi dilakuakn atas kehendak keputusan para anggotanya. Kalau dikaji secara mendalam, prinsip atau asa koperasi tersebut merupakan penerimaan dari rumusan prinsip-prinsip seperti dirumuskan oleh international cooperative alliance (I.C.A) ata aliansi koperasi internasional.
Prinsip koperasi ini merupakan esensi dari dasar kerja koperasi sebagai bahan usaha dan merupakan ciri khas serta jati diri koperasi. Dengan adanya prinsip tersebut, koperasi dapat dibedakan dari badan usaha lainnya, karena adanya :
a. Sifat kesukarelaan dalam keanggotaan koperasi.
Sifat ini mengandung arti bahwa menjadi anggota koperasi tidak boleh dipaksakan siapapun, sifat kesuka relaan ini juga mengandung arti bahwa seorang anggota dapat mengundurkan diri dari koperasi sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam Anggaran Dasar Koperasi.
b. Adanya prinsip demikrasi.
Prinsip ini menunjukkan bahwa pengelolaan koperasi dilakukan atas kehendak dan keputusan para anggotanya.
c. Pembagian sisa hasil usaha berdasar atas prinsip keadilan dan asas kekeluargaan.
Sisa hasil usaha koperasi tidak dibagi semata-mata atas dasar modal yang dimiliki anggota dalam koperasi, tetapi juga atas dasar perimbangan jasa usaha mereka terhadap koperasi.
d. Koperasi bukan merupakan akumulasi modal.
Meskipun koperasi bukan merupakan suatu akumulasi modal, tetapi koperasi memerlukan modal pula untuk menjalankan kegiata usahanya.
e. Prinsip Kemandirian dari koperasi.
Ini mengandung arti bahwa koperasi harus dapat berdiri sendiri, tanpa bergantung kepada pihak lain yang dilandasi oleh kepercayaan kepada pertimbangan, keputusan, kemampuan dan usaha sendiri.
Selain lima prinsip tersebut, dalam pengembangan dirinya koperasi juga melaksanakan prinsip-prinsip pendidikan perkoperasian dan bekerja sama dengan antar koperasi.
Keberhasilan atau kegagalan koperasi ditentukan oleh keunggulan komparatif koperasi. Hal ini dapat dilihat dalam kemampuan koperasi berkompetisi memberikan pelayanan kepada anggota dan dalam usahanya tetap hidup (survive) dan berkembang dalam melaksnakan usaha. Pengalaman empiris dimancanegara dan di negeri kita sendiri menunjukkan bahwa struktur pasar dari usaha koperasi mempengaruhi performance dan success koperasi.
Nama :Amri Tifano
Kelas :2EA09
NPM :10210620
-Sejarah Tentang Perkembangan Ekonomi Koperasi di Indonesia
*Awal Pertumbuhan Koperasi di Indonesia
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1896, yg selanjutnya berkembang dari waktu ke waktu sampai sekarang. Perkembangan koperasi di Indonesia mengalami naik dan turun dgn titik berat lingkup kegiatan usaha secara menyeluruh yg berbeda-beda dari waktu ke waktu sesuai dgn lingkungannya, maka selanjutnya tumbuh pula koperasi yg menekankan pd kegiatan penyediaan barang-barang konsumsi dan kemudian yg menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang untuk keperluan produksi. Perkembangan koperasi dari berbagai jenis kegiatan usaha tersebut selanjutnya ada kecenderungan menuju kpd suatu bentuk koperasi yg memiliki beberapa jenis kegiatan usaha. Perkembangan yang pesat dibidang perkoperasian di Indonesia yang menyatu dengan kekuatan social dan politik menimbulkan kecurigaan Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karenanya Pemerintah Hindia Belanda ingin mengaturnya tetapi dalam kenyataan lebih cenderung menjadi suatu penghalang atau penghambat perkembangan koperasi. Dalam hubungan ini pada tahun 1915 diterbitkan Ketetapan Raja no. 431 yang berisi antara lain :
a. Akte pendirian koperasi dibuat secara notariil;
b. Akte pendirian harus dibuat dalam Bahasa Belanda;
c. Harus mendapat ijin dari Gubernur Jenderal;
*Pertumbuhan Koperasi Setelah Kemerdekaan
Gerakan koperasi di Indonesia yg lahir pada akhir abad 19 dlm suasana sbg negara jajahan tidak memiliki suatu iklim yg menguntungkan bagi pertumbuhannya. Baru kemudian setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, dgn tegas perkoperasian ditulis di UUD 1945. DR.H. Moh Hatta sbg salah seorang “Founding Father” RI. Sejak kemerdekaan itu pula koperasi di Indonesia mengalami suatu perkembangan yg lebih bak. Pasal 33 UUD 1945 ayat 1 beserta penjelasannya menyatakan bahwa perekonomian yg sesuai dgn azas kekeluargaan tersebut adalah koperasi. Program Koperasi : a. Usaha untuk menciptakan suasana dan keadaan dgn baik bagi perkembangan koperasi
b. Usaha yg mengurus perusahaan rakyat yg dpt diselenggarakan atas dasar koperasi
Pada tahun 1949 diterbitkan Peraturan Perkoperasian yang dimuat di dalam Staatsblad No. 179. Peraturan ini dikeluarkan pada waktu Pemerintah Federal Belanda menguasai sebagian wilayah Indonesia yang isinya hampir sama dengan Peraturan Koperasi yang dimuat di dalam Staatsblad No. 91 tahun 1927, dimana ketentuan-ketentuannya sudah kurang sesuai dengan keadaan Inidonesia sehingga tidak memberikan dampak yang berarti bagi perkembangan koperasi. Setelah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1950 program Pemerintah semakin nyata keinginannya untuk mengembangkan perkoperasian.Kabinet Mohammad Natsir menjelaskan di muka Dewan Perwakilan Rakyat yang berkaitan dengan program perekonomian antara lain sebagai berikut : ………………….. “Menggiatkan pembangunan organisasi-organisasi rakyat , istimewa koperasi dengan cara pendidikan, penerangan, pemberian kredit yang lebih banyak dan lebih mudah, satu dan lain seimbang dengan kemampuan keuangan Negara”. Untuk memperbaiki perekonomian-perekonomian rakyat Kabinet Wilopo antara lain mengajukan suatu “program koperasi” yang terdiri dari tiga bagian, yaitu :
a. Usaha untuk menciptakan suasana dan keadaan sebaik-baiknya bagi perkembangan gerakan koperasi;
b. Usaha lanjutan dari perkembangan gerakan koperasi;
c. Usaha yang mengurus perusahaan rakyat yang dapat diselenggarakan atas dasar koperasi.
Selanjutnya Kabinet Ali Sastroamidjodjo menjelaskan program Pemerintahannya sebagai berikut : ……………………………….”Untuk kepentingan pembangunan dalam lapangan perekonomian rakyat perlu pula diperluas dan dipergiat gerakan koperasi yang harus disesuaikan dengan semangat gotong royong yang spesifik di Indonesia dan besar artinya dalam usaha menggerakkan rasa percaya pada diri sendiri di kalangan rakyat. Di samping itu Pemerintah hendak menyokong usaha itu dengan memperbaiki dan memperlluas perkreditan, yang terpenting antara lain dengan pemberian modal kepada badan-badan perkreditan desa seperti Lumbung dan Bank Desa, yang sedapat-dapatnya disusun dalam bentuk koperasi” (Sumodiwirjo 1954, h. 45- 46).
Sejalan dengan kebijaksanaan Pemerintah sebagaimana tersebut di atas, koperasi makin berkembang dari tahun ketahun baik organisasi maupun usahanya.
Selanjutnya pada tanggal 15 sampai dengan 17 Juli 1953 dilangsungkan kongres koperasi Indonesia yang ke II di Bandung. Keputusannya antara lain merubah Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) menjadi Dewan Koperasi Indonesia (DKI). Di samping itu mewajibkan DKI membentuk Lembaga Pendidikan Koperasi dan mendirikan Sekolah Menengah Koperasi di Provinsi-provinsi. Keputusan yang lain ialah penyampaian saran-saran kepada Pemerintah untuk segera diterbitkannya Undang-Undang Koperasi yang baru serta mengangkat Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Pada tahun 1956 tanggal 1 sampai 5 September diselenggarakan Kongres Koperasi yang ke III di Jakarta. Keputusan KOngres di samping halhal yang berkaitan dengan kehidupan perkoperasian di Indonesia, juga mengenai hubungan Dewan Koperasi Indonesia dengan International Cooperative Alliance (ICA).
Pada tahun 1958 diterbitkan Undang-Undang tentang Perkumpulan Koperasi No. 79 Tahun 1958 yang dimuat di dalam Tambahan Lembar Negara RI No. 1669. Undang-Undang ini disusun dalam suasana Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dan mulai berlaku pada tanggal 27 Oktober 1958. Isinya lebih biak dan lebih lengkap jika dibandingkan dengan peraturan-peraturan koperasi sebelumnya dan merupakan Undang-Undang yang pertama tentang perkoperasian yang disusun oleh Bangsa Indonesia
sendiri dalam suasana kemerdekaan.
Perlu dipahami bersama perbedaan sikap Pemerintah terhadap pengembangan perkoperasian atas dasar perkembangan sejarah pertumbuhannya di Indonesia dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Pemerintahan Kolonial Belanda bersikap pasif;
b. Pemerintahan Pendudukan Balatentara Jepang bersikap aktif negatif, karena akibat kebijaksanaannya nama koperasi menjadi hancur (jelek);
c. Bersikap aktif positif di mana Pemerintah Republik Indonesia memberikan dorongan kesempatan dan kemudahan bagi koperasi.
*Perkembangan Koperasi Dalam Sistem Ekonomi Terpimpin
Dalam thn 1959 terjadi suatu peristiwa yg sangat penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Setelah Konstituante tdk dpt menyelesaikan tugas menyusun Undang-Undang Dasar Baru pada waktunya, maka pada tanggal 15 Juli 1959 Presiden Soekarno yg juga selaku Panglima Tertinggi Angkatan Perang mengucapkan Dekrit Presiden yg memuat keputusan dan salah satu daripadanya ialah menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh Tanah Tumpah Darah Indonesia. |Berdasarkan ketetapan MPRS No. 1/MPRS/1960 pidato itu ditetapkan sebagai Garis-garis Besar Haluan Negara RI dan pedoman resmi dalam perjuangan menyelesaikan revolusi. Peratuarn ini dibuat sebagai peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang No. 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi dan merupakan penyempurnaan dari hal-hal yang belum diatur dalam Undang-Undang tersebut. Peraturan itu membawa konsep pengembangan koperasi secara missal dan seragam dan dikeluarkan berdasarkan pertimbanganpertimbangan sebagai berikut :(1) Menyesuaikan fungsi koperasi dengan jiwa dan semangat UUD 1945 dan Manipol RI tanggal 17 Agustus 1959, dimana koperasi diberi peranan sedemikian rupa sehingga kegiatan dan penyelenggaraannya benar-benar dapat merupakan alat untuk melaksanakan ekonomi terpimpin berdasarkan sosialisme ala Indonesia, sendi kehidupan ekonomi bangsa Indonesia dan dasar untuk mengatur perekonomian rakyat guna mencapai taraf hidup yang layak dalam susunan masyarakat adil dan makmur yang demokratis; (2) Bahwa pemerintah wajib mengambil sikap yang aktif dalam membina Gerakan Koperasi berdasarkan azas-azas demokrasi terpimpin, yaitu menumbuhkan, mendorong, membimbing, melindungi dan mengawasi perkembangan Gerakan Koperasi, dan; (3) Bahwa dengan menyerahkan penyelenggaraan koperasi kepada inisiatif Gerakan Koperasi sendiri dalam taraf sekarang bukan saja tidakk mencapai tujuan untuk membendung arus kapitalisme dan liberalism, tetapi juga tidak menjamin bentuk organisasi dan cara bekerja yang sehat sesuai dengan azas-azas koperasi yang
sebenarnya (Sularso 1988, h. VI-VII).
*Perkembangan Koperasi Pada Masa Orde Baru
Pemberontakan G30S/PKI merupakan malapetaka besar bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Demikian pula hal tersebut didalami oleh gerakan koperasi di Indonesia. Oleh karena itu dengan kebulatan tekad rakyat dan bangsa Indonesia untuk kembali dan melaksanakan UUD-1945 dan
Pancasila secara murni dan konsekwen, maka gerakan koperasi di Indonesia tidak terkecuali untuk melaksanakannya. Semangat Orde Baru yang dimulai titik awalnya 11 Maret 1996 segera setelah itu pada tanggal 18 Desember 1967 telah dilahirkan Undang-Undang Koperasi yang baru yakni dikenal dengan UU No. 12/1967 tentang Pokok-pokok Perkopersian. Konsideran UU No. 12/1967 tersebut adalah sebagai berikut ;
1. Bahwa Undang-Undang No. 14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian mengandung pikiran-pikiran yang nyata-nyata hendak :
a. menempatkan fungsi dan peranan koperasi sebagai abdi langsung daripada politik. Sehingga mengabaikan koperasi sebagai wadah perjuangan ekonomi rakyat.
b. menyelewengkan landasan-landasan, azas-azas dan sendi-sendi dasar koperasi dari kemrniannya.
2. a. Bahwa berhubung dengan itu perlu dibentuk Undang-Undang baru yang sesuai dengan semangat dan jiwa Orde Baru sebagaimana dituangkan dalam Ketepatan-ketepatan MPRS Sidang ke IV dan Sidang Istimewa untuk memungkinkan bagi koperasi mendapatkan kedudukan hokum dan tempat yang semestinya sebagai wadah organisasi perjuangan ekonomi rakyat yang berwatak sosial dan sebagai alat
pendemokrasian ekonomi nasional.
b. Bahwa koperasi bersama-sama dengan sector ekonomi Negara dan swasta bergerak di segala sektor ekonomi Negara dan swasta bergerak di segala kegiatan dan kehidupan ekonomi bangsa dalam rangka memampukan dirinya bagi usaha-usaha untuk mewujudkan masyarakat Sosialisme Indonesia berdasarkan Panvcasila yang adil dan makmur di ridhoi Tuhan Yang Maha Esa.
3. Bahwa berhubungan dengan itu, maka Undang-Undang No. 14 tahun 1965 perlu dicabut dan perlu mencerminkan jiwa, serta cita-cita yang terkandung dalam jelas menyatakan, bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan dan koperasi adalah satu bangunan usaha yang sesuai dengan susunan perekonomian yang dimaksud itu. Berdasarkan pada ketentuan itu dan untuk mencapai cita-cita tersebut Pemerintah mempunyai kewajiban membimbing dan membina perkoperasian Indonesia dengan sikap “ ing ngarsa sung tulada, ing madya mbangun karsa, tut wuri handayani.
Garis-Garis Besar haluan Negara 1988 menetapkan bahwa koperasi dimungkinkan bergerak di berbagai sector kegiatan ekonomi, misalnya sektor-sektor : pertanian, industri, keuangan, perdagangan, angkutan dan sebagainya. Dalam pola umum Pelita ke lima menyebutkan bahwa : “Dunia usaha nasional yang terdiri dari usaha Negara koperasi dan usaha swasta perlu terus dikembangkan menjadi usaha yang sehat dan tangguh dan diarahkan agar mampu meningkatkan kegairahan dan kegiatan ekonomi serta pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, memperluas lapangan kerja, meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat, serta memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dan memantapkan ketahanan nasional. Dalam hal ini perlu diperluas kesempatan berusaha serta ditumbuh kembangkan swadaya dan kemampuan berusaha khususnya bagi koperasi, usaha kecil serta usaha informal dan tradisional, baik usaha masyarakat di pedesaan maupun di perkotaan. Selanjutnya perlu disiptakan iklim usaha yang sehat serta tata hubungan yang mendorong tumbuhnya kondisi saling menunjang antara usaha Negara, usaha koperasi dan usaha swasta keterkaitan yang saling menguntungkan dan adil sntara golongan ekonomi kuat dan golongan ekonomi lemah “ (butir 2). Untuk mewujudkan demokrasi ekonomi seperti yang dikehendaki dalam undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 1 berikut penjelasan, Pola Umum Pelita V juga menyebutkan : “Dalam rangka mewujudkan demokrasi ekonomi, koperasi harus makin dikembangkan dan ditingkatkan kemampuannya serta dibina dan dikelola secara efisien. Dalam rangka meningkatkan peranan koperasi dalam kehidupan ekonomi nasional, koperasi perlu dimasyarakatkan agar dapat tumbuh dan berkembang sebagai gerakan dari masyarakat sendiri. Koperasi di bidang produksi, konsumsi, pemasaran dan jasa perlu terus didorong, serta dikembangkan dan ditingkatkan kemampuannya agar makin mandiri dan mampu menjadi pelaku uatama dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Pembinaan yang tepat atas koperasi dapat tumbuh dan berkembang secara sehat serta hasil-hasil usahanya makin dinikmati oleh para anggotanya, Koperasi Unit Desa (KUD) perlu terus dibina dan dikembangkan agar tumbuh sehat dan kuat sehingga koperasi akan semakin berakar dan peranannya makin besar dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat terutama di pedesaan “ (butir d. 33). Dalam Pelita V kebijakan pembangunan tetap bertumpu pada trilogy pembangunan dengan menekankan pemerataa pembangunan dan hasilhasilnya menuju terciptanya keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia, yang disertai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi serta stabilitas yang mantap. Ketiga unsure Trilogi Pembangunan tersebut saling mengkait dan saling memperkuat serta perlu dikembangkan secara selaras, serasi dan seimbang. Dalam memperkokoh kerangka landasan untuk tinggal landas dibidang ekonomi, peranan koperasi merupakan aspek yang strategis di samping peran pelaku ekonomi lainnya. Kopperasi harus tumbuh kuat dan mampu menangani seluruh aspek kegiatan dibidang pertanian, industry yang kuat dan dibidang perdagangan barang-barang kebutuhan pokok masyarakat. Sejalan dengan prioritas pembangunan nasional, dalam Pelita V masih terpusatkan pada sector pertanian, maka prioritas pembinaan koperasi mengikuti pola tersebut dengan memprioritaskan pembinaan 2.000sampai
dengan 4.000 KUD Mandiri tanpa mengabaikan pembinaan-pembinaan terhadap koperasi jenis lain. Adapun tujuan pembinaan dan pengembangan KUD Mandiri adalah untuk mewujudkan KUD yang memiliki kemampuan manajemen koperasi yang rasional dan efektip dalam mengembangkan kegiatan ekonomi para anggotanya berdasarkan atas kebutuhan dan keputusan para anggota KUD. Dengan kemampuan itu KUD diharapkan dapat melaksanakan fungsi utamanya yaitu melayani para anggotanya, seperti melayani perkreditan, penyaluran barang dan pemasaran hasil produksi. Dalam rangka pengembangan KUD mandiri telah diterbitkan INSTRUKSI MENTERI KOPERASI No. 04/Ins/M/VI/1988 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengembangan KUD mandiri. Pembinaan dan Pengembangan KUD mandiri diarahkan :
1. Menumbuhkan kemampuan perekonomian masyarakat khusunya di pedesaan.
2. Meningkatkan peranannya yang lebih besar dalam perekonomian nasional.
3. Memberikan manfaat yang sebesar-besarnya dalam peningkatan kegiatan ekonomi dan pendapatan yang adil kepada anggotanya. Ukuran-ukuran yang digunakan untk menilai apakah suatu KUD sudah mandiri atau belum adalah sebagai berikut :
1. Mempunyai anggota penuh minimal 25 % dari jumlah penduduk dewasa yang memenuhi persyaratan kenggotaan KUD di daerah kerjanya.
2. Dalam rangka meningkatkan produktivitas usaha anggotany maka pelayanan kepada anggota minimal 60 % dari volume usaha KUD secara keseluruhan.
3. Minimal tiga tahun buku berturut-turut RAT dilaksanan tepat pada waktunya sesuai petunjuk dinas.
4. Anggota Pengurus dan Badan Pemeriksa semua berasal dari anggota KUD dengan jumlah maksimal untuk pengurus 5 orang dan Badan Pemeriksa 3 orang.
5. Modal sendiri KUD minimal Rp. 25,- juta.
6. Hasil audit laporan keuangan layak tapa catatan (unqualified opinion).
7. Batas toleransi deviasa usaha terhadap rencana usaha KUD (Program dan Non Program) sebesar 20 %.
8. Ratio Keuangan : Liquiditas, antara 15 % s/d 200 %. Solvabilita, minimal 100 %.
9. Total volume usaha harus proposional dengan jumlah anggota, denngan minimal rata-rata Rp. 250.000,- per anggota per tahun.
10. Pendapatan kotor minimal dapat menutup biaya berdasarkan prinsip effisiensi.
11. Sarana usaha layak dan dikelola sendiri
12. Tidak ada penyelewengan dan manipulasi yang merugikan KUD oleh Pengelola KUD.
13. Tidak mempunyai tunggakan.
- Konsep Koperasi
• Konsep Koperasi Barat
Koperasi merupakan organisasi swasta, yang dibentuk secara sukarela oleh orang-orang yang mempunyai persamaan kepentingan, dengan maksud mengurusi kepentingan para anggotanya serta menciptakan keuntungan timbal balik bagi anggota koperasi maupun perusahaan koperasi.
• Unsur-unsur positif Konsep Koperasi Barat
• Keinginan individu dapat dipuaskan dengan cara bekerjasama antarsesama anggota, dg saling membantu dan saling menguntungkan.
• Setiap individu dg tujuan yang sama dapat berpartisipasi untuk mendapatkan keuntungan dan menanggung risiko bersama
• Hasil berupa surplus/keuntungan didistribusikan kepada anggota sesuai dengan metode yang telah disepakati
• Keuntungan yang belum didistribusikan akan dimasukkan sebagai cadangan koperasi
• Dampak Langsung Koperasi Terhadap Anggotanya
• Promosi kegiatan ekonomi anggota
• Pengembangan usaha perusahaan koperasi dalam hal investasi, formasi permodalan, pengembangan SDM, pengembangan keahlian untuk bertindak sebagai wirausahawan dan bekerjasama antar koperasi secara horizontal dan vertikal
• Dampak Tidak Langsung Koperasi Terhadap Anggota
• Pengembangan Kondisi sosial ekonomi sejumlah produsen skala kecil maupun pelanggan
• Mengembangkan inovasi pada perusahaan skala kecil
• Memberikan distribusi pendapatan yang lebih seimbang dg pemberian harga yang wajar antara produsen dg pelanggan, serta pemberian kesempatan yang sama pada koperasi dan perusahaan kecil.
• KONSEP KOPERASI SOSIALIS
Koperasi direncanakan dan dikendalikan oleh pemerintah dan dibentuk dengan tujuan merasionalkan produksi, untuk menunjang perencanaan nasional.
Menurut konsep ini, koperasi tidak berdiri sendiri tetapi merupakan subsistem dari sistem sosialisme untuk mencapai tujuan-tujuan sistem sosialis-komunis
• KONSEP KOPERASI NEGARA BERKEMBANG
• Koperasi sudah berkembang dengan ciri tersendiri, yaitu dominasi campur tangan pemerintah dalam pembinaan dan pengembangannya.
• Perbedaan dengan Konsep Sosialis :
Konsep Sosialis : tujuan koperasi untuk merasionalkan faktor produksi dari kepemilikan probadi ke pemilikan kolektif
Konsep Negara Berkembang : tujuan koperasi adalah meningkatkan kondisi sosial ekonomi anggotanya.
- Latar Belakang Timbulnya Aliran Koperasi
Keterkaitan Ideologi, Sistem Perekonomian dan Aliran Koperasi
◦ Keterkaitan Ideologi, Sistem Perekonomian dan Aliran Koperasi
Sistem Perekonomian Aliran Koperasi
Liberalisme/Kapitalisme Sistem Ekonomi Bebas Liberal Yardstick
Komunisme/Sosialisme Sistem Ekonomi Sosialis Sosialis
Tidak termasuk Liberalisme/Sosialisme Sistem Ekonomi Campuran Persemakmuran (commonwealth)
• Aliran Koperasi
◦ Aliran Yardstick
▪ Dijumpai pada negara-negara yang berideologi kapitalis atau yang menganut perekonomian Liberal.
▪ Koperasi dapat menjadi kekuatan untuk mengimbangi, menetralisasikan dan mengoreksi
▪ Pemerintah tidak melakukan campur tangan terhadap jatuh bangunnya koperasi di tengah-tengah masyarakat. Maju tidaknya koperasi terletak di tangan anggota koperasi sendiri
▪ Pengaruh aliran ini sangat kuat, terutama dinegara-negara barat dimana industri berkembang dg pesat. Spt di AS, Perancis, Swedia, Denmark, Jerman, Belanda dll.
◦ Aliran Sosialis
▪ Koperasi dipandang sebagai alat yang paling efektif untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, disamping itu menyatukan rakyat lebih mudah melalui organisasi koperasi.
▪ Pengaruh aliran ini banyak dijumpai di negara-negara Eropa Timur dan Rusia
◦ Aliran Persemakmuran (Commonwealth)
▪ Koperasi sebagai alat yang efisien dan efektif dalam meningkatkan kualitas ekonomi masyarakat.
▪ Koperasi sebagai wadah ekonomi rakyat berkedudukan strategis dan memegang peranan utama dalam struktur perekonomian masyarakat
▪ Hubungan Pemerintah dengan gerakan koperasi bersifat “Kemitraan (partnership)”, dimana pemerintah bertanggung jawab dan berupaya agar iklim pertumbuhan koperasi tercipta dengan baik.
- Prinsip Koperasi Indonesia
Dalam Bab III, bagian Kedua, Pasal (5) UU No 25 tahun 1992 diuraikan bahwa :
1) Koperasi melaksanakan prinsip koperasi sebagai berikut :
a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis;
c. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota;
d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
e. Kemandirian;
2) Dalam mengembangkan koperasi, maka Koperasi melaksanakan pula prinsip koperasi sebagai berikut :
a. Pendidikan Perkoperasian
b. Kerja sama antar koperasi
Dalam Penjelasan dari Pasal (5) UU No. 25 Tahun 1992 tersebut, diuraikan bahwa prinsip koperasi adalah merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan berkoperasi. Dengan melaksanakan keseluruhan prinsip tersebut, koperasi mewujudkan dirinya sebagai badan usaha sekaligus sebagai gerakkan ekonomi rakyat yang berwatak sosial.
Prinsip koperasi ini merupakan esensi dari dasar kerja koperasi sebagai badan usaha dan merupakan ciri khas serta jati diri koperasi. Dengan adanya prinsip tersebut, koperasi dapat dibedakan dari badan usaha lainnya, karena adanya:
a. Sifat kesuka relaan dalam keanggotaan koperasi.
Sifat ini mengandung arti bahwa menjadi anggota koperasi tidak boleh dipaksakan oleh siapapun.
b. Adanya prinsip demokrasi.
Prinsip ini menunjukkan bahwa pengelolaan koperasi dilakuakn atas kehendak keputusan para anggotanya. Kalau dikaji secara mendalam, prinsip atau asa koperasi tersebut merupakan penerimaan dari rumusan prinsip-prinsip seperti dirumuskan oleh international cooperative alliance (I.C.A) ata aliansi koperasi internasional.
Prinsip koperasi ini merupakan esensi dari dasar kerja koperasi sebagai bahan usaha dan merupakan ciri khas serta jati diri koperasi. Dengan adanya prinsip tersebut, koperasi dapat dibedakan dari badan usaha lainnya, karena adanya :
a. Sifat kesukarelaan dalam keanggotaan koperasi.
Sifat ini mengandung arti bahwa menjadi anggota koperasi tidak boleh dipaksakan siapapun, sifat kesuka relaan ini juga mengandung arti bahwa seorang anggota dapat mengundurkan diri dari koperasi sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam Anggaran Dasar Koperasi.
b. Adanya prinsip demikrasi.
Prinsip ini menunjukkan bahwa pengelolaan koperasi dilakukan atas kehendak dan keputusan para anggotanya.
c. Pembagian sisa hasil usaha berdasar atas prinsip keadilan dan asas kekeluargaan.
Sisa hasil usaha koperasi tidak dibagi semata-mata atas dasar modal yang dimiliki anggota dalam koperasi, tetapi juga atas dasar perimbangan jasa usaha mereka terhadap koperasi.
d. Koperasi bukan merupakan akumulasi modal.
Meskipun koperasi bukan merupakan suatu akumulasi modal, tetapi koperasi memerlukan modal pula untuk menjalankan kegiata usahanya.
e. Prinsip Kemandirian dari koperasi.
Ini mengandung arti bahwa koperasi harus dapat berdiri sendiri, tanpa bergantung kepada pihak lain yang dilandasi oleh kepercayaan kepada pertimbangan, keputusan, kemampuan dan usaha sendiri.
Selain lima prinsip tersebut, dalam pengembangan dirinya koperasi juga melaksanakan prinsip-prinsip pendidikan perkoperasian dan bekerja sama dengan antar koperasi.
Keberhasilan atau kegagalan koperasi ditentukan oleh keunggulan komparatif koperasi. Hal ini dapat dilihat dalam kemampuan koperasi berkompetisi memberikan pelayanan kepada anggota dan dalam usahanya tetap hidup (survive) dan berkembang dalam melaksnakan usaha. Pengalaman empiris dimancanegara dan di negeri kita sendiri menunjukkan bahwa struktur pasar dari usaha koperasi mempengaruhi performance dan success koperasi.
Nama :Amri Tifano
Kelas :2EA09
NPM :10210620
Selasa, 10 Mei 2011
Differences Staff & Workers
STAFF are those who are in the Organizational Structure of the Company held positionsthat have obligations, responsibilities and authorities to help implement the company's policy thinking in an effort to achieve and smooth progress of the company.
Staff are included in the class of certain positions are those who have the responsibilityas thinkers, planners, implementers and controlling the way companies work, work thatcan not be restricted by the working time determined by the company in accordancewith laws and regulations.
Workers are those who work as direct labor (workers or field workers) and the possibleoperation of any existing project, it works even harder worker payment system can be in accordance with the heavy work.
General characteristics of knowledge workers is that they are thirsty to learn, andcontinue to develop the knowledge, thus contributing to the company continues toincrease along with increasing knowledge.
A major challenge for organizations is how to identify, attract, develop and maintain (notjust physically, but also the performance) of the Knowledge Worker.
A major challenge for organizations is how to identify, attract, develop and maintain (notjust physically, but also the performance) of the Knowledge Worker.
Kamis, 30 September 2010
" You can, if you think you can and your imagination is more important than knowledge"
In this world nothing can not.Do not despair if you failed and then you must rise from adversity.
karena imajinasi sangat penting dalam pembentukan diri anda.
pengetahuan tidak akan ada jika imajinasi tidak ada....
Imajinasi sangat berpengaruh pada kehidupan di dunia...
Orang yang sukses punya imajinasi yang kuat dan keinginan yang kuat untuk merubah kehidupan.
Walaupun hidup kadang ada suka dan duka kita sebagai makhluk ciptaan-NYA jangan menyerah apabila mendapatkan kesulitan.
So you must try again if you failed and your imagination help you to do right thing....
karena imajinasi sangat penting dalam pembentukan diri anda.
pengetahuan tidak akan ada jika imajinasi tidak ada....
Imajinasi sangat berpengaruh pada kehidupan di dunia...
Orang yang sukses punya imajinasi yang kuat dan keinginan yang kuat untuk merubah kehidupan.
Walaupun hidup kadang ada suka dan duka kita sebagai makhluk ciptaan-NYA jangan menyerah apabila mendapatkan kesulitan.
So you must try again if you failed and your imagination help you to do right thing....
Langganan:
Postingan (Atom)